“Berapa IPK kamu sekarang?”
“NGGGGG…”
“Berapa?”
“Jelek, Pa.”
*Papa pun mengerutkan dahi*
IPK atau Indeks Prestasi Kumulatif kerap dianggap sebagai separuh
nyawa mahasiswa (separuhnya lagi mungkin uang bulanan dari
orangtua). Selain jadi bukti pada orangtua kalau kamu niat kuliah, IPK
juga adalah standar persaingan prestasi antar mahasiswa dan syarat
pertama yang biasa dipatok perusahaan dalam mencari karyawan. Wajar jika
kamu berusaha mati-matian untuk mendapatkan IPK yang cemerlang.
Namun apa daya, setelah berusaha keras, kamu harus
menghadapi kenyataan bahwa IPK-mu tidak sesuai dengan apa yang kamu
harapkan. Tak jarang, ini membuatmu putus asa.
Tapi sebenarnya kamu tidak perlu merasa sial. Justru jika kamu bisa
mengakali keadaan tak ideal ini, kamu bisa tumbuh menjadi mahasiswa
“paket istimewa”.
Mahasiswa paket istimewa? Yup. Daripada menangisi angka IPK, lebih baik kamu memikirkan hal-hal di bawah ini saja!
1. Anggaplah kuliah itu seperti menu makan: IPK adalah nasinya, pengembangan skill dan pola pikir lauk-pauknya. Mendewakan IPK sama halnya dengan hanya memakan nasi — kamu akan kurang gizi.
jangan fokus mengejar IPK |
Bicara tentang IPK memang selalu memberikan sensasi tersendiri bagi
mahasiswa. Saat IPK naik, kamu akan girang bukan main. Saat IPK terjun
bebas, kamu akan merasa kiamat sudah dekat.
Bukannya IPK itu tidak penting sama sekali, tapi tujuan kuliah bukan
hanya mendapatkan IPK “dewa”. Tak kalah pentingnya dari IPK adalah soft skill serta pola pikir yang kamu dapatkan selama proses perkuliahan.
Jika kamu tak puas dengan IPK-mu yang sekarang, bisa jadi sebenarnya
dalam hati kamu adalah orang yang punya ambisi. Mungkin kamu gagal
mendapatkan prestasi akademik secemerlang harapan karena kamu begitu
sibuk menyalurkan ambisimu di tempat-tempat lain, misalnya organisasi
kampus atau komunitas hobi di kotamu. Menangisi IPK hanya akan membuatmu
lupa bahwa kamu punya potensi-potensi yang tak bisa diterjemahkan ke
dalam angka-angka. Cobalah tilik lebih dalam ke dirimu sendiri: bukankah
dari kegiatan berorganisasimu selama ini, kamu telah menempa pola pikir
dan soft skill yang dibutuhkan sebagai seorang profesional?
Dengan mengembangkan soft skill dan pengalaman, jangan heran
JIKA KAMU bisa menjadi kandidat yang dicari banyak perusahaan. Di lain
sisi, dengan pola pikir yang maju kamu pun bisa membuat masa depan
yang cerah tanpa harus mengandalkan apa yang tertera dalam ijazah.
Setiap orang pasti punya keunggulannya masing-masing. Haram hukumnya
untuk cepat menyerah hanya karena IPK yang tidak summa cum laude.
2. IPK tak akan sepenuhnya menentukan masa depan. Justru, yang lebih berpengaruh adalah karakter kepemimpinan seseorang.
Pemilik Microsoft yg ga Lulus Kuliah |
IPK rendah bisa terasa seperti mimpi buruk yang bikin tidur jadi
tak nyaman. Bahkan mungkin kamu merasa putus asa saat IPK-mu terancam
terjun bebas. Sayang, alih-alih memperbaiki sistem belajar, kamu malah
tidak melakukan apa-apa karena terlalu khawatir akan IPK yang pas-pasan.
Bagaimana nasib masa depanku nanti ya? Masa aku jadi pengganguran?
Hey, tenanglah. Kamu gak perlu lagi menghabiskan waktumu untuk
mengkhawatirkan masa depan. Justru sekarang saatnya kamu memanfaatkan
momen untuk memperbaiki sistem belajar atau mengasah kemampuan yang bisa
mengantarkanmu pada kesuksesan di masa depan. Salah satunya adalah
karakter kepemimpinan.
Mungkin kamu sudah mencoba belajar maksimal, namun IPK masih juga
jauh dari target yang kamu inginkan. Maka gak ada salahnya kamu mulai
memperhatikan potensimu yang lain, misalnya memupuk jiwa kepemimpinan
yang kamu punya untuk bisa menjadi orang besar. Karena gak sedikit kok
orang-orang besar justru datang dari IPK rendah yang punya jiwa
kepemimpinan tinggi. Jika kamu tak mudah putus asa hanya karena IPK,
siapa tahu kamu jutru bisa menjadi seperti mereka.
3. Mendapatkan IPK tak sesuai harapan akan membuatmu sadar bahwa hasil usaha tak melulu berbentuk angka. Ilmu yang bermanfaat adalah hal utama, dan toh kamu sudah mendapatkannya.
Hasil ilmu tdak hanya IPK |
Hidup memang kadang menyajikan berbagai kejutan yang tidak terduga,
gak terkecuali tentang perkuliahan. Saat 4 tahun kamu sudah berusaha
mati-matian untuk mendapatkan predikat cum laude, eh ternyata
kenyataan menawarkan cerita yang lain. Nilai IPK yang tercantum di
ijazah berbeda dari ekspektasimu sebelumnya. Gak jarang hal ini
membuatmu merasa kecil hati untuk bermimpi tinggi.
Tanpa harus mengutuki diri sendiri, gak ada salahnya kamu mulai
memandang IPK minim dari perspektif yang lain. Hasil dari proses belajar
tak harus selalu diwujudkan dalam bentuk angka. Yang lebih penting
adalah seberapa luas gudang ilmu yang kamu punya, dan seberapa mampu
kamu memanfaatkannya untuk kepentingan masyarakat. Misalnya, mungkin
kamu gagal mendapatkan nilai A dalam ujian kimia lanjut, tapi mungkin
saja kamu justru berhasil mengaplikasikan reaksi kimia sederhana untuk
menciptakan suatu barang yang punya nilai jual. Kalau sudah begini,
apa IPK masih mau kamu tangisi?
4. Tidak dapat dipungkiri, orangtuamu akan bangga jika kamu punya IPK tinggi. Namun menganggap bahwa hanya itu saja yang bisa membanggakan mereka pun sempit sekali.
Orang tua inginkan terbaik untuk anaknya |
Selain menjadi penentu eksistensimu sebagai mahasiswa, IPK juga gak
jarang bisa menjadi penentu kebahagian orangtua. Sampai-sampai kamu
harus membiasakan diri dengan pertanyaan “IPK-mu sekarang berapa?”. Karena
harapan mereka hanyalah kamu bisa membawa pulang angka IPK yang tinggi
sebagai bukti anaknya benar-benar kuliah dengan baik. Jadi kamu pasti
akan merasa tak enak hati saat harus memberi hadiah orangtuamu dengan
IPK yang pas-pasan.
Tenanglah. Mungkin orangtuamu belum bisa merasa bangga dengan IPK-mu
yang sekarang. Tapi pastikan kamu punya bekal lain yang bisa diandalkan,
yaitu pengalaman. Mungkin kamu gak bisa membawa sederetan nilai A di
transkrip, tapi kamu punya seabrek pengalaman luar biasa yang gak banyak
mahasiswa lain dapatkan. Bisa saja bukan, kamu seorang aktivis
organisasi atau sudah sering ikut diskusi politik ke luar
negeri? Intinya, kamu masih bisa mengandalkan banyak hal untuk membuat
orangtuamu bangga nantinya.
5. Naif jika bilang IPK tidak penting sama sekali. Tapi, naif juga menggantungkan masa depanmu pada angka-angka mati.
Angka mati bisa dibuat |
Rasanya naif sekali jika aku bilang IPK tidak penting. Tak
dapat dipungkiri, IPK tinggi bisa melancarkan seleksi berkasmu saat
melamar pekerjaan. Nilai IPK yang cemerlang juga bisa sangat membantumu
saat seleksi berkas beasiswa. Tapi, naif juga jika kamu bilang bahwa IPK
adalah segalanya.
Setelah seleksi berkas tahap pertama, perusahaan akan berusaha
menggali dari dirimu kualitas yang lebih dari angka-angka yang tertera
di ijazah dan transkripmu. Itulah mengapa saat wawancara kerja kamu akan
ditanyakan seberapa mudah kamu bekerjasama, apakah kamu mampu
bertanggung jawab dan amanah, serta seberapa cepat kamu bisa
menyesuaikan diri dengan lingkungan baru. Kualitas-kualitas ini akan
dibuktikan sekali lagi dalam focus group discussion. Jadi,
jangan berkecil hati ketika IPK-mu tidak sempurna. Tak jarang, sebuah
perusahaan akan berani memberikanmu masa uji coba jika kamu bisa
membuktikan pada mereka bahwa kamu punya kualitas-kualitas yang mereka
butuhkan.
6. Tak perlu mengutuki diri sendiri. Jika kamu memang masih punya waktu dan peluang, inilah saatnya mengkoreksi cara belajarmu selama ini.
Minta saran dari orang lain bisa jadi salah satunya |
Nilai IPK yang rendah bukan kiamat, karena ini bukan akhir dunia yang
akan mengantarmu ke akhirat. Tanpa perlu mengutuki diri sendiri,
alangkah baiknya kamu coba meluangkan waktu sendiri. Apakah ada yang
salah dengan sistem belajarmu selama ini? Apakah mungkin secara gak
sadar kamu menganggap enteng kuliah? atau mungkin kamu selama ini malas
mengerjakan tugas? atau bahkan ini semua sudah maksimal?
Tanpa perlu merasa tak berguna, gak ada salahnya coba kamu tanyakan
lagi pada diri sendiri tentang apa yang selama ini kamu cari? Nilai A?
Predikat Cum Laude? Ilmu yang bermanfaat? Membangun pola pikir maju? Hanya kamu yang tahu jawaban dari pertanyaan-pertanyaan ini.
No comments:
Post a Comment